BERITA RIAU, KUANTAN SINGINGI
- Pacu Jalur tradisional merupakan salah satu tradisi budaya nusantara
yang sangat unik. Festival ini bahkan disebut sebagai event budaya yang
memiliki penonton paling ramai di Indonesia.
![]() |
Festival Pacu Jalur tradisional merupakan tradisi asli nenek moyang masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau |
Festival Pacu Jalur tradisional merupakan tradisi asli nenek moyang masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau yang sangat mengakar dan telah bertahan selama ratusan tahun.
Festival Pacu Jalur
merupakan perlombaan dengan menggunakan perahu atau sampan yang terbuat
dari kayu yang oleh masyarakat Kuantan Singingi disebut Jalur. Jalur
yang digunakan biasanya memiliki panjang 25-30 meter dengan lebar 1,5
meter. Dengan ukuran ini, tak salah bila jalur merupakan salah satu
perlombaan perahu terpanjang di Indonesia. Jalur biasanya bisa memuat
40-60 orang pengayuh atau biasa disebut ‘’anak pacu.
![]() |
Anak pacu mengayuh jalur di Tepian Narosa, Kota Teluk Kuantan |
Menurut sejarah, pada awal abad ke-17, jalur digunakan sebagai alat
transportasi utama warga desa di daerah ini, yakni daerah di sepanjang
Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian
hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.
Saat itu transportasi darat belum berkembang. Sehingga, jalur menjadi
alat angkut penting masyarakat. Terutama digunakan sebagai alat angkut
hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut
sekitar 40 orang.
Ketika Belanda mulai masuk ke Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di
kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan
pacu jalur untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh
pada setiap tanggal 31 Agustus.
Sejak itu, pacu jalur tidak lagi dirayakan pada hari raya umat Islam.
Penduduk Teluk Kuantan malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun baru.
Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur sebagai Pacu Tambaru.
![]() |
Suasana festival pacu jalur di Tepian Narosa, Teluk Kuantan |
Tradisi Pacu Jalur ini sendiri telah mampu menggairahkan sektor
pariwisata di Kuantan Singingi khususnya dan Riau umumnya. Apalagi event
ini telah masuk dalam kalender Pariwisata Nasional.
Menurut sejarah, pada awal abad ke-17, jalur digunakan sebagai alat
transportasi utama warga desa di daerah ini, yakni daerah di sepanjang
Sungai Kuantan yang terletak antara Kecamatan Hulu Kuantan di bagian hulu hingga Kecamatan Cerenti di hilir.
Saat itu transportasi darat belum berkembang. Sehingga, jalur menjadi
alat angkut penting masyarakat. Terutama digunakan sebagai alat angkut
hasil bumi, seperti pisang dan tebu, serta berfungsi untuk mengangkut
sekitar 40 orang.
Ketika Belanda mulai masuk ke Riau (sekitar tahun 1905), tepatnya di
kawasan yang sekarang menjadi Kota Teluk Kuantan, mereka memanfaatkan
pacu jalur untuk merayakan hari ulang tahun Ratu Wilhelmina yang jatuh
pada setiap tanggal 31 Agustus.
Sejak itu, pacu jalur tidak lagi dirayakan pada hari raya umat Islam.
Penduduk Teluk Kuantan malah menganggap setiap perayaan HUT Ratu
Wilhelmina itu sebagai datangnya tahun baru.
Oleh karena itu, sampai saat ini masih ada yang menyebut kegiatan pacu jalur sebagai Pacu Tambaru.
![]() |
Pacu Jalur biasanya dibuka dengan kegiatan pawai budaya yang melibatkan seluruh kecamatan di daerah ini |
Tradisi Pacu Jalur ini sendiri telah mampu menggairahkan sektor
pariwisata di Kuantan Singingi khususnya dan Riau umumnya. Apalagi event
ini telah masuk dalam kalender Pariwisata Nasional.
Tidak kurang dari seratusaan jalur berpartisipasi saban tahun. Mayoritas
berasal dari desa-desa yang ada di Kabupaten Kuansing. Ditambah
jalur-jalur yang berasal dari daerah tetangga seperti Indragiri Hulu dan
Kota Pekanbaru. Dibeberapa kesempatan, jalur-jalur dari negara tetangga
seperti Malaysia, Singapura dan Thailand juga pernah ambil bagian pada
iven ini.
Pacu Jalur digelar dengan mengadu jalur satu lawan satu. Dari titik
start menuju pancang finish jaraknya sekitar 1 kilometer. Di sini
keseruannya. Setiap jalur berlomba sekuat tenaga untuk lebih dulu sampai
di titik finish. Sekuat tenaga pula mereka mengayuh jalurnya.
Sorak-sorai penonton di bibir sungai menambah keseruan lomba.
![]() |
Tukang Onjai berada pada bagian belakang jalur, tugasnya sebagai pemberi irama pada jalur sehingga jalur akan lebih cepat dan mudah didayung. |
Pendayung atau anak pacu dalam Pacu Jalur biasanya hanya dilakukan oleh
para lelaki yang berusia 15-40 tahun. Selain anak pacu, di dalam jalur
biasanya ada yang disebut dengan Tukang Tari, Tukang Onjai dan Tukang
Timbo Ruang. Masing-masing memiliki tugas yang berbeda-beda.
Tukang Tari misalnya, tugasnya adalah untuk menari-nari dibagian
terdepan jalur. Tujuannya, untuk memberitahu para penonton agar tahu
jalur mana yang sedang unggul dalam perlombaan. Tukang Tari yang
biasanya anak-anak umur 15an tahun ini akan berdiri dari posisinya dan
kemudian menari-nari bila jalurnya berhasil mendahului sang lawan.
Tukang Onjai biasanya berdiri dibagian belakang jalur. Biasanya
berfungsi sebagai pemberi irama bagi jalur, sehingga jalur akan lebih
cepat dan mudah didayung.
Sementara, Tukang Timbo Ruang bertugas sebagai pemberi aba-aba kepada
seluruh anak pacu agar mendayung secara serentak. Biasanya dengan meniup
pluit dan mengibaskan Upia atau pelepah pinang. Selain itu, Tukang
Timbo Ruang juga bertugas menimba air yang masuk ke dalam jalur agar
tidak karam.(wis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar